Kampung Eka
Sapta merupakan salah satu kampung di Kecamatan Talisayan Kabupaten Berau. Menurut tokoh masyarakat, Sejarah
kampung Eka Sapta berasal dari kata
Eka yang berarti satu dan Sapta yang berarti tujuh.
Sehingga, dimaknai penggabungan tujuh suku warga transmigrasi menjadi satu kampung untuk
menggapai kehidupan yang bahagia dan sejahtera.
Kampung Eka
Sapta Hingga saat ini memiliki 7 RT. RT
01 mayoritas penduduknya adalah Suku Jawa dan Suku Madura, RT 02 dan RT 03 mayoritas penduduknya adalah Suku Sunda
dan Suku Jawa, RT 04 mayoritas penduduknya adalah Suku Jawa dan suku Timur, RT 05 dan RT 06 mayoritas penduduknya adalah Suku Timur, serta
terakhir RT 07 mayoritas
penduduknya adalah Suku Bugis. Banyaknya suku yang berbeda
bisa dipastikan penggunaan bahasapun juga berbeda. Jadi,
ketika anda jalan-jalan di kampung ini bisa secara tiba-tiba tahu bahasanya dan
tiba-tiba tidak mengenali Bahasa padahal masih dalam kampung yang sama. Namun,
tetaplah Bahasa Indonesia adalah pemersatu semuanya.
Kampung Eka
Sapta terbentuk pada tahun 1995 melalui program Transmigrasi Pemukiman Perambah
Hutan dengan jumlah warga 400 Kepala keluarga, yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Berau. Program tansmigrasi tersebut
dipimpin oleh Kepala Unit Penempatan Transmigrasi (KUPT) dari Departemen
Transmigrasi Kabupaten Berau bernama Syahrani. Pada tahun 1995, pengelolaan
kampung menjadi dipinitif diserahkan
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Berau
melalui Camat Talisayan dengan ditetapkannya Pejabat
Sementara Kepala Kampung bernama Frans Leby Ruing. Selanjutnya pada
tahun 1999, dalam pemilihan Kepala Kampung terpilih Poniran sebagai Kepala
Kampung Eka Sapta yang pertama.
Banyaknya
adat dan budaya di Kampung Eka Sapta membuat kampung ini terlihat esensi
keberagamannya. Tujuh suku menjadi satu bukanlah hal mudah untuk mencapai
keharmonisan kampung. Banyaknya masalah yang terjadi
diawal-awal transmigrasi menjadi hal yang sudah biasa. Hingga,
akhirnya proses saling memahami antar budaya itulah yang akhirnya membuat suatu
kenyamanan di kampung Eka Sapta.
Pada masa pemerintahan Kepala Kampung pertama, kegiatannya lebih terfokus untuk menata kelembagaan kampung, mulai dari pembagian regu yang kemudian berkembang menjadi Rukun Tetangga (RT) dan penataan kelompok-kelompok pertanian. Pada saat itu mayoritas warga bekerja pada sektor pertanian dan perkebunan. Namun, karena para warga transmigran lokal berasal dari kampung terdekat, maka mulai berkembang pula kegiatan beternak. Selanjutnya pada tahun 2001 untuk ketiga kalinya dilakukan pemilihan Kepala Kampung dengan cara seperti pemilihan Kepala Kampung pada saat sekarang dengan beberapa calon Kepala kampung memaparkan visi, misi dan rencana pembangunan kampung. Hingga akhirnya, terpilihlah Mashuri Abdullah sebagai kepala kampung kedua pada tahun 2005. Selanjutnya di tahun 2011, estafet kepala kampung di pegang oleh Imam Supriadi. Pada tahun 2017 terjadi peralihan kepemimpinan dari Kepala Kampung Imam Supriadi ke Pj. Kepala Kampung Nuri Jauhari serta di tahun 2017 Syamsul Arifin terpilih sebagai Kepala Kampung Eka Sapta yang keempat.